Prioritas Kehidupan Si Kaya Kapitalis Dengan Si Miskin Yang Sederhana

Post a Comment
Si kaya Kapitalis suka sekali memaksakan kehendak. Dengan kehebatan dan kepercayaan diri mereka yang over koplak tersebut, mereka mengajarkan orang bagaimana caranya hidup itu. Harus menabung, harus berinvestasi, harus mencari peluang, harus berinovasi, harus begini, harus begitu. Mereka kira semua orang di dunia ini ingin seperti mereka. Tidak cukup dengan memaksakan kehendak, tapi si Kapitalis ini juga merendahkan si miskin.

Padahal setiap orang itu berbeda-beda cara dan tujuan hidupnya.

Si miskin salah satu contohnya, cita-cita hidupnya tidak muluk-muluk, yang penting dia bisa bekerja dan bisa memberikan nafkah (baik cukup atau tidak cukup) kepada keluarganya, itu saja sudah membuat dia bahagia. Dia tidak memikirkan segala macam tetek bengek seperti bagaimana harus berinvestasi, harus mencari peluang, harus berinovasi dan seabreg lainnya.

Si miskin merasa cukup dan nyaman dengan kehidupan mereka seperti itu. Kerja pagi, pulang sore dengan gaji per bulan hanya 1,5 juta. Apakah mencukupi dengan penghasilan segitu? Ya kalau dibilang ga cukup, manusia ga kan pernah cukup. Gaji 100 juta pun masih juga kurang. Tapi si miskin menikmati kehidupannya tersebut.

Dan yang membuat si kapitalis sempit dadanya yaitu saat si miskin mendapatkan rezeki berlebih. Dimana si miskin bisa mewujudkan keinginannya yang selama ini tidak bisa dia dapatkan, seperti beli motor baru, beli HP, beli rumah sedikit bagus dan lainnya.

Kejadian si miskin bisa beli barang-barang mewah sangat mengganggu si kaya kapitalis tadi. Stigma buruk pun ditujukan kepada si miskin. Mereka dituduh berfoya-foya, boros, pamer barang bagus,, tak bisa berinvestasi, tak punya rencana, bodoh, tak berpendidikan, dan lainnya.

Mungkin ini yang dinamakan si kaya iri dengan kekayaan si miskin?

Agaknya si kaya tak ingin kalau si miskin ini sedikit bermewah-mewah dengan rezekinya. Selama si miskin ini belum menjadi status orang kaya yang bermental kaya, maka dia tak pantas menghambur-hamburkan uangnya. Kalau miskin ya miskin aja, ga usah belagak sok kaya, begitu mungkin pendapat si kaya kapitalis tadi.

Salahkah si Miskin menikmati sedikit saja kekayaannya?


Menurut hemat saya tidak! Bagi si miskin yang belum tentu dapat rezeki berlebih setahun sekali, bahkan bertahun-tahun pun belum tentu. Lantas setelah dia mendapatkannya, ya wajarlah dia bergembira dan menikmati hasil rezekinya, manusiawi itu namanya.

Di fikiran si miskin cuma sederhana, ingin menikmati kebahagiaan bersama keluarga yang dicintainya yang selama ini tak pernah mereka nikmati. Jika pun si miskin tadi mengikuti kata-kata si kaya kapitalis tersebut, belum tentu si miskin bisa mengelola harta kekayaannya dengan kapasitas yang dia miliki.

Si miskin tadi sadar dia tidak mampu kaya, dan dia juga tidak terobsesi ingin kaya. Dia hanya ingin bahagia. Tujuan mereka hidup simpel saja, ingin bertahan hidup, bukan membangun kesejahteraan yang biasa dinikmati orang-orang kaya.

Prioritas hidup setiap manusia itu memang berbeda. Ada yang merasa bahagia dengan hidup sederhana walau dengan gaji yang kecil. Ada yang selalu kekurangan, berapa pun yang dia dapat selalu kurang. Ada yang terobsesi ingin kaya, dan saat sudah kaya ingin bertambah kaya.

Dan kita tidak bisa memaksa dan mendikte kehidupan orang harus bagaimana, harus ini, harus itu. Ukuran sukses dan bahagia itu pelakunya sendiri yang mengetahui, bukan dari hasil dari penilaian orang lain yang tak tahu apa-apa. Kebahagian bukan melulu uang dan jabatan tapi bisa berupa bentuk kebahagiaan dan kelapangan hati.

Semoga kita diberi sifat yang Qanaah dan dijauhkan dari sifat hubbud dunia. Aamiin.
Difan
Menulis itu bukan karena kita tahu banyak, tapi karena banyak hal yang ingin kita tahu

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter